Thursday, June 28, 2007

Reog Ponorogo

TANAH Wengker yang dulu merupakan hutan lebat nan angker, saat ini sudah berkembang menjadi Kabupaten Ponorogo yang resik, indah, lapang, dan menawan. Di situs berdirinya Kerajaan Bantarangin yang dipimpin oleh Prabu Kelana Sewandana itulah muncul sebuah bentuk kesenian yang sekarang dikenal sebagai reog ponorogo.

Cerita reog yang terkandung di dalam reog ponorogo mengambil kisah Panji. Ceritanya berkisar tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana mencari gadis pujaannya, ditemani prajurit berkuda dan patihnya yang setia, Bujangganong.


Ketika pilihan sang prabu jatuh pada putri Kediri, Dewi Sanggalangit, sang dewi memberi syarat bahwa ia akan menerima cintanya apabila sang prabu bersedia menciptakan sebuah kesenian baru. Maka terciptalah reog ponorogo.

"Sebenarnya gerakan-gerakan dalam tari reog ponorogo menggambarkan tingkah polah manusia dalam perjalanan hidup mulai lahir, hidup, hingga mati. Filosofinya sangat dalam," ungkap sesepuh reog ponorogo, Kasni Gunopati alias Mbah Wo Kucing.

Ia memegang teguh keyakinannya bahwa asal mula tulisan reog adalah reyog, yang menurutnya mengandung kearifan yang dalam. Huruf-huruf reyog mewakili sebuah huruf depan kata-kata dalam tembang macapat Pocung yang berbunyi: rasa kidung/ingwang sukma adiluhung/Yang Widhi/olah kridaning Gusti/gelar gulung kersaning Kang Maha Kuasa.

Penggantian reyog menjadi reog-yang disebutkan untuk "kepentingan pembangunan"- saat itu sempat menimbulkan polemik. Bupati Ponorogo Markum Singodimejo yang mencetuskan nama reog tetap mempertahankannya sebagai slogan resmi Kabupaten Ponorogo.

Peran pemerintah dalam pergeseran itu cukup signifikan. Dengan berbagai instruksi bupati, wajah reog sedikit demi sedikit berubah menjadi lebih teratur dan seragam.

Seiring berjalannya waktu, reog ponorogo menjadi sebuah kesenian yang mempunyai format pementasan yang beragam, meskipun tidak meninggalkan konsep.

Format yang dikatakan sebagai "format festival" itu, selain dikarenakan peraturan pemerintah, juga akibat pengaruh munculnya sekolah-sekolah seni seperti Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Surabaya yang sekarang SMKN 9, STSI Surakarta, ASKI, dan ISI Yogyakarta. Mereka menggarap dan mengemas gerakan-gerakan setiap elemen reog ponorogo dengan sentuhan koreografi secara akademis.

Pada awalnya, reog tidak mempunyai alur cerita dan bentuk keseniannya menyerupai arak-arakan, yang berhenti di setiap perempatan jalan sebagai panggungnya. Tidak ada urut- urutan cerita, misalnya unsur mana yang harus tampil lebih dulu. Reog pada waktu itu untuk hobi belaka, jauh dari tujuan komersial.

"Kalau orang senang jatil, jatil dipentaskan lebih dulu. Tetapi kalau orang seneng barongan, dadak merak bisa muncul lebih dulu," ujar seniman tari dan penggiat reog ponorogo, Shodig Pristiwanto.

Jika orang menginginkan jatil yang sudah menari untuk menari lagi, itu tidak menjadi soal. Bentuknya juga mengarah ke one man show, yakni ketika satu unsur sedang berpentas, unsur yang lain harus diam.


Setelah munculnya sedikit perubahan akibat pementasan di PRJ itu, masuklah para mahasiswa seni yang menjalankan program praktik kerja lapangan atau kuliah kerja nyata, dan memberikan sentuhan kepada gerak tari reog ponorogo seturut pengetahuan akademis mereka.

Para seniman Ponorogo lulusan sekolah-sekolah seni tersebut turut memberikan sentuhan pada tari reog ponorogo. Setelah para mahasiswa sekolah seni itu memperkenalkan estetika panggung dan gerakan-gerakan yang tertata secara koreografis, maka jadilah reog ponorogo dengan format festival seperti sekarang.

Di sini ada alur cerita, ada urut-urutan siapa yang tampil lebih dulu, yaitu warok, kemudian jatilan, Bujangganong, Kelana Sewandana, barulah barongan atau dadak merak di bagian akhir. Ketika salah satu unsur di atas sedang beraksi, unsur lain ikut bergerak atau menari meski tidak menonjol.

Semua unsur itu mempunyai gerakan baku, dan sekarang sedang diusahakan untuk dipatenkan. Gerakan baku itu telah dibukukan dalam sebuah "buku kuning", dibuat VCD sebagai ajaran di sekolah-sekolah, bahkan hingga keluar Ponorogo. Maka muncullah banyak kreasi gerakan tari reog ponorogo yang disesuaikan dengan kreativitas sang seniman atau koreografer.

Demikian juga ketika reog ponorogo sudah dibawa keluar Ponorogo oleh orang-orang Ponorogo yang merantau keluar daerahnya. Ini terbukti dengan munculnya banyak variasi dari penampilan grup-grup reog dalam Festival Reog Nasional X di Ponorogo, Februari 2004.

Daerah-daerah seperti Jakarta, Lampung, Kutei, Wonogiri, Solo, Surabaya, Jember, serta Banyuwangi, menampilkan reog ponorogo dalam balutan unsur budaya daerah mereka, seperti irama (lagu) Kicir-kicir muncul ketika Bujangganong beraksi. Para penari juga bukan orang Ponorogo, tetapi warga asal daerah yang bersangkutan.

Sekitar lima tahun yang lalu Yayasan Reog Ponorogo memprakarsai berdirinya Paguyuban Reog Nusantara yang anggotanya terdiri atas grup-grup reog dari berbagai daerah di Indonesia yang pernah ambil bagian dalam Festival Reog Nasional. Reog ponorogo menjadi sangat terbuka akan pengayaan dan perubahan ragam geraknya.

"Ketika para pemegang kekuasaan di Ponorogo membuka diri lewat festival-festival semacam itu, gerakan-gerakan yang ditampilkan daerah lain akan memengaruhi gerakan tari reog di Ponorogo. Namun, yang terpenting adalah watak asli reog ponorogo tidak boleh hilang," ujar Shodig.

Ia menambahkan, kehadiran masyarakat daerah lain yang mempelajari reog ponorogo bisa memperkaya ragam gerak tari reog. Apabila reog ponorogo tidak mau menerima perkembangan, maka ia akan mati.

Kesadaran ini tampaknya sudah cukup dimiliki oleh para seniman reog tradisional sehingga tidak terjadi pertentangan. Mereka menyadari betul bahwa untuk kepentingan kesenian dan pembangunan, reog ponorogo bisa dikembangkan sangat jauh. Kendati demikian, anggapan bahwa reog ponorogo dalam format festival bukanlah reog ponorogo yang sebenarnya, masih sering terdengar.

Reog lapangan sudah sangat jarang dipentaskan. Pentas di dalam maupun di luar Ponorogo selalu menggunakan format festival. Bentuk asli reog ponorogo sudah jarang ditampilkan, bahkan ada kemungkinan tidak banyak orang ponorogo yang mengetahui bentuk awalnya sebelum muncul format festival.

Menurut penari dan penata tari Arif Rofiq yang pernah membuat tesis tentang reog ponorogo, pergeseran itu terjadi sebagai salah satu bentuk untuk bertahan terhadap tuntutan yang muncul dari lingkungannya. "Para pelaku kesenian sekarang berangkat dari konteks ekonomis, yaitu ketika tuntutan konsumen menjadi faktor yang menentukan kelangsungan hidup mereka," paparnya.

Itulah sebabnya, mau tidak mau reog ponorogo harus menyesuaikan diri dengan menggeser format, meski sekali lagi ditekankan yakni tidak meninggalkan bentuk gerakan aslinya. Perubahan itu pun berjalan secara lurus, tanpa persinggungan yang berakibat fatal. Kendati demikian, pro-kontra tetap muncul antara para pecinta reog asli dan para pembuat format baru.

Bagaimanapun, reog ponorogo memerlukan panggung, karena selain merupakan ekspresi kesenian, reog merupakan salah satu sarana pemenuhan kebutuhan hidup.

"Untunglah muncul kesadaran bahwa masyarakat memang memerlukan reog ponorogo sehingga munculnya format baru tidak menjadi sebuah masalah yang besar," ungkap Rofiq.

Usaha untuk menjadikan reog sebagai trademark Kabupaten Ponorogo sedang dilakukan agar nasibnya tidak seperti tempe yang hak patennya justru dimiliki oleh Jepang.

"Reog ponorogo boleh ada di mana-mana, namun hanya Kabupaten Ponorogo-lah pusat reog ponorogo," ujar Kepala Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Ponorogo Gunardi dengan bangga. (S06)

sumber: Kompas,Jumat,15 Oktober 2004
=====================================

I miss u my lovely hometown.....!!!!

Friday, June 22, 2007

Taking Pills with Warm Water is Dangerous...

Most people when they're suffering from flu commonly consume Capsulated tablets with warm water, not knowing whether the pill would safely reach the stomach. This could be serious and perhaps you should consider proper ways of swallowing pills.

Doctors Advice:
* Pills can be taken singly by using cold water. After swallowing, a person should drink a lot more water.
* Take your pills 30 minutes before you go to bed, don't go straight to bed immediately after taking pills.

Incident:
One day a guy took some antibiotics and for not drinking enough water to flush it straight down to the stomach, the pill was lodged on the food tract and caused an inflammation. For six days he could only take cold milk and water-soluble food and was hospitalized for five days. The Doctor warned that should it get any worse, an ulcer in the intestine may result. So please exercise caution. When taking medicine in pill or capsule form: * DO NOT use warm or hot water / fruit juice / all kinds of sweet drinks to wash down the medicine. * The right way is to down it with cold water. If you feel discomfort in the throat after taking a pill, drink lots of water or cold milk. Stand or sit straight when you take your pill and do not lie immediately.